Agama Islam sebenarnya telah memberikan wanita satu kedudukan yang paling mulia berbanding bangsa atau agama lain. Hakikat ini boleh dilihat menerusi surah An-Nisa’ yang terkandung di dalam al-Quran. Berbanding surah-surah lain, surah ini lebih banyak menyebut tentang hukum hakam yang berkaitan tentang wanita. Bahkan terlalu banyak bukti yang dapat mengukuhkan kenyataan ini.
Inginkan penjelasan lanjut? Beberapa ayat yang terkandung di dalam surah ini ada jawapannya.
1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk lelaki
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu. Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Surah An-Nisa`: 1)
Dalam ayat ini dinyatakan bahawa daripada jiwa yang satu, Allah SWT menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid mengatakan bahawa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)
Dalam hadis sahih pula menyebut: “Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bahagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Apabila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau boleh bersenang- senang namun padanya ada kebengkokan.” (Riwayat Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)
2. Hak perempuan yatim dipelihara
Allah SWT berfirman: “Dan jika kalian khuatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bila mana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khuatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita sahaja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian dan tidak berlaku aniaya.”
(Surah An-Nisa`: 3)Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah SWT: maka Aisyah menjawab, “Wahai anak saudariku. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut bersyarikat dalam harta walinya, dan pihak wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan anak yatim kerana berikut hartanya. Maka wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian mahar sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim kecuali jika mereka mahu berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.”
3. Cukup berkahwin seorang wanita sahaja jika khuatir tidak dapat berlaku adil
Allah SWT telah berfirman: “Kemudian jika kalian khuatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita sahaja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.” (Surah An-Nisa`: 3)
Apa yang dimaksudkan dengan adil di sini adalah perkara-perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Walau bagaimanapun, perkara-perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil kerana ia berada di luar kesanggupan seorang hamba.
Dalam al-Quran ada dinyatakan:
“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Kerana itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada isteri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.”(An-Nisa`: 129)
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan ketika mentafsirkan ayat di atas, “Kalian tidak akan mampu untuk berlaku adil di antara isteri-isteri kalian dari segala sisi. Walaupun kalian berjaya berlaku adil dari segi pembahagian giliran malam. Namun masih lagi wujud perbezaan dalam soal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim .”
4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan
Allah SWT telah berfirman:
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebahagian daripada mahar tersebut dengan rela hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik.” (An-Nisa`: 4)
5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan
Allah SWT berfirman: “Bagi laki-laki terdapat hak bahagian dari harta peninggalan ayah, ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita terdapat hak bahagian dari harta peninggalan ayah, ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)
Sementara ketika di zaman jahiliah, hanya lelaki sahaja yang diberikan hak untuk harta pusaka sementara wanita tidak mendapat sebarang bahagian. Malah wanita dianggap sebagai sebahagian daripada barang yang diwarisi sebagaimana dalam ayat:
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)
6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada isterinya
Allah SWT telah berfirman:
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para isteri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika mentafsirkan ayat di atas menyatakan: “Halusi ucapan kalian terhadap mereka (para isteri) dan perbaiki perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila dia (isteri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah SWT berfirman dalam hal ini:
“Dan para isteri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”(Surah Al-Baqarah: 228)
Sementara itu Rasulullah s.a.w sendiri telah bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (isteri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (isteri)ku.”(Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)
7. Suami tidak boleh membenci isterinya dan perlu melayannya dengan baik sekalipun tidak menyukainya
Allah SWT berfirman: “Kemudian apabila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah kerana mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Surah An-Nisa`: 19).
8. Jika sudah bercerai, tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya
Allah SWT berfirman: “Dan jika kalian ingin menggantikan isteri kalian dengan isteri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali walau sedikit pun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebahagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil daripada kamu perjanjian yang kuat.”
(Surah An-Nisa`: 20-21)9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita kerana nasab ataupun kerana penyusuan untuk mengahwininya
Allah SWT berfirman: “Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, puteri-puteri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (mak cik/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (ibu saudara), puteri-puteri dari saudara laki-laki kalian (anak saudara perempuan), puteri-puteri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sesusuan, ibu mertua kalian, puteri-puteri dari isteri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari isteri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi puterinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi isteri-isteri anak kandung kalian (menantu)…” (Surah An-Nisa`: 23)
Menerusi ayat ini, Allah SWT telah berfirman yang bermaksud:
“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah An-Nisa`: 23)
Ayat ini menetapkan bahawa seorang lelaki tidak boleh menemukan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan kerana ia boleh mengakibatkan permusuhan dan perpecahan dalam hubungan di antara keduanya.